Unggahan Nino dalam akun Instagramnya

GambarUnggahan Nino dalam akun Instagramnya

Nino Purna Ramdani mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dari FIB mengunggah surat keberatan yang dilayangkannya pada hari Senin (27/12/21) kepada BAWASLU FIB. Nino juga mengunggah surat terbuka tersebut melalui akun Instagramnya, nino_purna

Dalam unggahan tersebut Nino menerangkan bahwa terdapat indikasi cacat hukum dalam proses seleksi calon anggota Dewan Legislatif Mahasiswa.

Ketika diwawancarai, Nino menceritakan kronologi dari pencalonan dirinya sebagai DLM mewakili FIB. Dimulai dari ia mendaftarkan diri pada tanggal 25 Desember 2021 hingga bagaimana menghubungi kontak yang tertera, namun tidak ada respon balik dari kontak yang telah ia hubungi. Hal ini juga Nino ceritakan dalam unggahannya di Instagram. 

Pada saat akan mendaftarkan diri ia mengaku terkejut dengan persyaratan bahwa calon anggota DLM yang dikeluarkan oleh KPUR harus memiliki IPK diatas 3,25. Sedangkan dalam UU PEMIRA FIB, tertulis dengan jelas pada Pasal 10 UU PEMIRA bahwa syarat IPK untuk DLM 3,0 dengan menyertakan transkrip nilai terbaru.

“Ditengah kebingungan, saya akhirnya mencoba menghubungi Kasubag Kemahasiswaan untuk mengkonfirmasi masalah ini dan saya mendapatkan jawaban bahwa peraturan yang benar adalah IPK 3,0 untuk DLM dan saya diperbolehkan untuk mendaftar.” ujarnya Senin (27/12/21) melalui Whatsapp Messenger.

Hal ini diperparah dengan cara KPUR menyeleksi berkas calon pendaftar secara tertutup. Nino mengklaim bahwa tidak ada transparansi sama sekali dalam penyeleksian berkasnya baik melalui sorotan, feed, maupun dari Instagram story. 

Menurutnya, KPUR juga terkesan terburu-buru dalam menyelenggarakan uji publik BLM dan DLM.  Hal tersebut membuat kecewa Nino, pasalnya hak-hak politiknya juga tidak dapat terakomodir dengan baik. 

Hingga akhirnya ia melayangkan surat keberatan pada BAWASLU FIB selaku pengawas PEMIRA FIB. Hingga sekitar pukul 15.00 WIB pada hari yang sama saat mengunggah surat terbuka melalui Instagram suratnya diterima dan dalam proses untuk ditidaklanjuti. 

Sebelum mengajukan gugatan, Nino mengulas kajian-kajian hukum untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai kontestan PEMIRA FIB. Salah satu temuannya yaitu Lex Superior Derogat Legi Inferior. Adagium atau peribahasa dalam hukum yang berarti hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah.

Mahasiswa angkatan 2019 ini berharap permasalahan tersebut segera terselesaikan.“Semoga segera ditindaklanjuti dan segera diselesaikan melalui peraturan dan hukum yang berlaku di FIB.setelah menerima hasilnya Inshaallah saya menerima dengan lapang dada,” ujarnya. 

Ia mengaku tidak lagi mempermasalahkan pencalonannya yang gagal, tetapi lebih mengarah kepada memperjuangkan hak politiknya yang tertindas. Tidak berhenti dengan laporannya. ia mengaku akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

“PEMIRA adalah kegiatan yang sangat sakral karena  kita menentukan siapa pemimpin yang sebenarnya, pemimpin yang layak untuk dipilih di FIB UNAIR. Jadi harapan saya jangan sampai ada kekeliruan dan tentunya harus mengedepankan kejujuran dan demokrasi.” pungkas Nino.

Penulis: M. Syaifulloh

Editor : Tata Ferliana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat

Ada eror serius pada situs web Anda.

Pelajari lebih lanjut tentang pemecahan masalah di WordPress.