Ilustrasi : Bagas Haru Pasasi

Ilustrasi : Bagas Haru Pasasi

Penangkapan warga Desa Wadas oleh aparat kepolisian kembali terjadi. Kronologi kekerasan dan represifitas aparat kepolisian terhadap warga bermula pada Senin (7/2) siang. Ribuan aparat kepolisian memasuki Desa Wadas dan mendirikan tenda di belakang Polsek Bener, tepatnya di Lapangan Kaliboto, Kecamatan Bener, Purworejo, dengan dalih mengawal proses pengukuran lahan. Pada malam harinya justru terjadi pemadaman listrik di Desa Wadas sementara desa-desa di sekitarnya tetap menyala.

Dilansir dari akun Instagram @wadas_melawan, keesokan harinya pada Selasa (8/2) sekitar pukul 07.00, terjadi penangkapan salah satu warga Desa Wadas yang akan pergi ke Kota Purworejo oleh aparat kepolisian menuju Polsek Bener. Hingga saat ini, kabar dan keberadaannya belum diketahui. Istri warga tersebut berhasil melarikan diri dan kembali ke Desa Wadas.

Sekitar pukul 08.00, ribuan aparat kepolisian melakukan apel pagi di Lapangan Kaliboto dengan seragam bersenjata dan anjing-anjing pelacak. Tim pengukur tanah dari Kantor Pertanahan Purworejo mulai memasuki Desa Wadas pukul 09.00. Setengah jam kemudian, aparat kepolisian mulai memadati akses masuk ke Desa Wadas di sekitar Polsek Bener.

Pukul 10.00, aparat kepolisian berhasil memasuki wilayah Wadas dengan beberapa mobil polisi dan melakukan pencopotan serta perobekan poster-poster perlawanan dan penolakan warga terhadap proyek pertambangan di Desa Wadas.

Pada pukul 12.00, terjadi pengepungan dan penangkapan warga yang sedang mujahadah di masjid Dusun Krajan, sementara pengukuran lahan di hutan tetap berjalan. Tidak berhenti di sana, aparat kepolisian juga merampas besek, pisau, dan peralatan milik ibu-ibu yang sedang membuat besek di posko-posko penjagaan warga Desa Wadas.

Tim kuasa hukum dari LBH Yogyakarta, Julian dan Danil , tidak diperbolehkan masuk ke Desa Wadas jika tidak membawa surat kuasa. Sebagaimana dilansir dari akun Instagram @lbhyogyakarta, mereka berdua justru dibawa menuju Polsek Bener bersama 25 orang lainnya.

Selain itu, aparat kepolisian juga melakukan terror dan tindakan kriminalitas dengan menangkap lebih dari 60 warga Desa Wadas tanpa alasan yang jelas. Aparat-aparat tersebut merangsek masuk ke dalam rumah warga tanpa seizin pemiliknya, lengkap dengan bentakan dan makian tanpa pandang bulu kepada lansia, para perempuan, maupun anak-anak.

Hingga pukul 13.05, polisi tetap melakukan penangkapan terhadap para warga, anak-anak, dan bahkan para pemuda yang hendak shalat di masjid. Sampai saat ini pun, warga masih kesulitan mendapat sinyal. Terdapat indikasi bahwa sinyal sengaja di take-down untuk menghambat kabar garis depan kondisi lapangan.

Julian, tim kuasa hukum LBH Yogyakarta, berhasil keluar dari Polres Purworejo dan sebagian orang yang semula ditahan di Polsek Bener dipindahkan ke Polres Purworejo. Pengacara dari LBH Yogyakarta kemudian dilarang masuk ke Polres Purworejo dengan alasan ada 1 orang yang positif COVID-19.

Pukul 17.30, para ibu di Desa Wadas masih banyak yang terjebak di Masjid Dusun Krajan. Warga yang telah berhasil keluar dan membantu warga lain untuk ikut keluar digelandang oleh aparat kepolisian. Akibatnya, warga kesulitan mencari cara untuk mengantar minuman kepada warga lain yang masih terjebak di dalam masjid.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, angkat bicara setelah diserang netizen pada kolom komentar akun Instagram miliknya. Dikutip dari detikJateng, dirinya mengatakan bahwa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan Badan Pertanahan hanya pengukuran lahan sehingga warga tidak perlu takut.

“Kita sudah komunikasi bahkan waktu itu kita minta yang jadi host-nya Komnas HAM, jadi netral toh. Sayang saja waktu itu tidak semua mau datang. Jadi jangan khawatir, ada niatan baik, tidak akan ada kekerasan. Siapapun tolong letakkan pada pondasi yang sama. Teman-teman mau ngukur, sehingga nantinya soft-lah semuanya,”ungkap Ganjar.

Sebelumnya, tindakan kriminalitas dan represifitas oleh aparat kepolisian terhadap warga Wadas juga terjadi pada 23 April 2021 lalu.

Tagar #WadasMelawan sempat trending di jagat Twitter. Aksi mempertahankan lahan oleh warga Wadas ini dilakukan untuk menolak rencana penambangan batu andesit yang digunakan untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.

Warga menilai bahwa proyek penambangan terbuka tersebut menganggu ketentraman karena direncanakan berjalan selama 30 bulan dengan pengerukan tanpa sisa melalui cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kg hingga kedalaman 40 meter. 

Dilansir dari coklektif.com, proyek ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional Presiden Jokowi dengan biaya pembangunan mencapai Rp 3 triliun dan memerlukan lahan kurang lebih 462,22 hektar. Lahan tersebut terletak di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Purworejo.

Nantinya, Bendungan Bener akan membendung aliran Sungai Bogowonto bagian Hulu. Proyek ini akan memotong bukit di wilayah tersebut dan tentunya akan berdampak pada petani dan masyarakat pedesaan di sekitarnya. Setiap tahun, proyek tambang menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik.

Perampasan ruang hidup masyarakat Desa Wadas oleh pihak terkait tanpa memedulikan ekosistem merupakan tindakan semena-mena dan patut dikecam karena merugikan banyak orang. Praktik keserakahan oleh setan tanah hanya akan memperjelas hilangnya ruang-ruang demokrasi dan memperlihatkan semakin menebalnya kapitalisasi. Perjuangan warga Wadas hanya satu titik hitam dalam layar putih di mana ruang hidup rakyat perlahan dihabisi.

Penulis : Mutiara R.J.

Editor   : Primanda Andi Akbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat

Ada eror serius pada situs web Anda.

Pelajari lebih lanjut tentang pemecahan masalah di WordPress.