(Sumber gambar: Okezone Nasional)

Akhir-akhir ini, beredar hangat perbincangan KOC/Ketua Pelaksana AMERTA 2021. Diketahui, Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PPKMB) bertujuan sebagai wujud kaderisasi di lingkup internal kampus, terutama tingkat universitas.

Suatu peristiwa atau tindakan seringkali ditulis dalam bentuk klarifikasi sebagai bahan penyelesaian terhadap kasus yang terjadi. Namun, tidak semua mahasiswa yang masih awam ketika menanggapi kasus yang ramai bisa menerima bentuk penyelesaian tersebut. Sehingga, dengan jalan trrsebut, bukan berarti kita dengan lapang dada menerima apa yang telah ditakdirkan dengan apa yang telah dilihat, bahkan terdapat penjelasan normatif sekalipun (keadaan yang terpaksa).

Porosnya, memang hanya pada teman-teman berjabatan. Sedangkan bagi mahasiswa non jabatan tidak bisa menjelajah lebih jauh, menilai menggunakan hak suara, hingga melihat apa yang sebenarnya telah terjadi di dalamnya. Mahasiswa non jabatan sangat mengkhawatirkan terdapat adanya kondisi keberpihakan pada lingkungan tertentu. Akankah itu salah?

Saat sosok calon memungkinkan berjuang dan ingin mengisi kursi strategis sesuai hati nurani tanpa mendapat intervensi pihak manapun, sampailah kepada penyempurnaan prosedur, menjalani mekanisme berlogika hingga menjalani proses awal hingga akhir.

Tanpa disadari, jika kita hidup dalam paradigma yang tradisinya sudah menuai arus kerasnya kepentingan suatu kubu atau kelompok tertentu, maka yang terjadi adalah kita sulit menembus harapan dan malah membiarkan lenyap rasa perjuangan untuk bersuara itu.

Jangan khawatir, sungguh aku ucapkan kepada teman-teman mahasiswa di Universitas Airlangga, kita masih punya penilaian dalam diri kita sebagai sosok mahasiswa yang tetap selalu berlaku kritis, berambisi penuh, tidak ada tunggangan kepentingan dan terus menyuarakan kebenaran. Hanya saja, tanya kembali pada diri sendiri saat nanti sudah menerima hasil atas suatu keberpihakan “Apakah aku terlanjur salah telah memilih jalan dan menuai suatu harapan yang pada nyatanya aku telah ketahui sebelumnya?”

Ya, mungkin rasanya tertekan tiada kira karena berdiri sendiri dan ternyata berat untuk melawan takdir keberpihakan. Sampai di situ, tenanglah sejenak. Jangan ragu dan pusing dengan keadaan yang sebelumnya kamu sudah memprediksi hasilnya. Hai teman, di belakang masih banyak mahasiswa lain yang berdiri di balik dinding kebenaran, keadaan akan membaik jika tradisi yang baik berorientasi sesuai jalannya.

Pemimpin berkualitas datang dari dalam hati nurani dengan niat yang tulus, tanpa adanya dorongan atau intervensi pihak luar yang mengedepankan kepentingan dalam suatu kelompok hingga pada masanya akan terbongkar apa yang selama ini terjadi.

Sejatinya, proses akan menggambarkan hasil akhir dalam setiap diri mahasiswa yang telah berjuang dengan hati maupun keterpaksaan. Kualitas diri seorang pemimpin berjalan sesuai apa yang telah dialami dan menjadi pengalaman untuk kondisi ke depannya.

Dari sini kita sadar, bahwa kita akan mengerti ternyata kemenangan bukan dari paksaan dan potensi saja melainkan gebrakan. Jika pendapat yang disuarakan tiada minat untuk didengar, biarkan mata mahasiswa tertuju pada tulisan pena yang telah digoreskan hingga jatuh pada lubuk hati terdalam seraya bergumam “Oh jadi begini,”

Sehingga, dengan mempersilakan mahasiswa lain untuk berpendapat, maka di situlah letak kita sebagai orang yang adil. Semoga kebaikan akan selalu berputar pada poros yang sesuai, tanpa adanya pondasi keberpihakan di atas apa yang sebelumnya telah dicanangkan dalam perjanjian kepentingan kelompok maupun perseorangan.

Untuk itu, saya rasa, figur pemimpin yang baik itu akan terbentuk jika sudah melewati perjalanan dan proses berat yang pernah dihadapi dengan dilandasi dasar keinginan tanpa suatu paksaan.


Penulis: Dewi Milenia Alamia (Ketua MPM 2020)
Editor: Risma D.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat

Ada eror serius pada situs web Anda.

Pelajari lebih lanjut tentang pemecahan masalah di WordPress.