• Tentang Kami
  • Visi Misi
  • Struktur Organisasi
  • Kontak
Minggu, 28 Februari, 2021
No Result
View All Result
EMAIL
LPM Mercusuar
  • Seputar Kampus
  • Luar Kampus
  • Mild Report
  • Liputan Khusus
  • Catatan Redaksi
  • Citizen Report
  • E-paper
  • Lain-lain
    • Kolom Pembaca
    • Opini
    • Sastra
    • Imaji
    • Indeks
  • Seputar Kampus
  • Luar Kampus
  • Mild Report
  • Liputan Khusus
  • Catatan Redaksi
  • Citizen Report
  • E-paper
  • Lain-lain
    • Kolom Pembaca
    • Opini
    • Sastra
    • Imaji
    • Indeks
No Result
View All Result
LPM Mercusuar
Home Sastra

Tanah Ibu Kami: Perempuan dalam Garda Depan Perlawanan

3 November 2020
in Sastra
Reading Time: 2min read
A A
Tanah Ibu Kita
Bagikan ke WABagikan ke TwitterBagikan ke LINEBagikan ke FB

BACA JUGA

Whisper of The Heart: Menemukan Permata dalam Diri

Whisper of The Heart: Menemukan Permata dalam Diri

11 Januari 2021
10
The Trial of The Chicago 7: Konspirasi Pemerintah, Jaksa, Hakim, dan Aparat

The Trial of Chicago 7: Konspirasi Pemerintah, Jaksa, Hakim, dan Aparat

5 Desember 2020
10

Sumber: Instagram @thegeckoproject

Ibu bumi wis maringi
(Ibu bumi telah memberi)
Ibu bumi dilarani
(Ibu bumi disakiti)
Ibu bumi kang ngadili
(Ibu bumi yang akan mengadili)
 
Begitulah syair ibu bumi dilantunkan sebagai pembuka film Tanah Ibu Kami; sebuah film dokumenter yang meniti jejak perempuan pejuang lingkungan di tanah air. Dalam durasi 55.44 menit, Tanah Ibu Kami membuka kembali daftar panjang konflik agraria dan perusakan lingkungan yang terus terjadi di Indonesia.
 
Untuk mempertahankan tanah dan kelestarian lingkungan dari para pemodal, muncul berbagai gerakan perlawanan. Pada beberapa aksi, perempuan hadir sebagai pemimpin dan mengorganisir gerakan.
 
Kisah ini membawa Febriana Firdaus, jurnalis independen perempuan–yang juga penulis film ini–menempuh ribuan kilometer; menyusuri pelosok negeri; menuju perempuan-perempuan tangguh yang berhasil menembus tembok patriarki.
 
Febriana ingin membagikan suara mereka. Bagaimana perjuangan yang mereka hadapi dan kehidupan setelahnya. Bagaimana mereka harus menerima kekerasan, ancaman penahanan, hingga kematian. Bagaimana perlawanan itu kemudian menyisakan luka tak hanya fisik, tapi juga psikis.
 
Dari Sukinah dan delapan Kartini Kendeng di Jawa Tengah yang menyemen kaki sebagai bentuk perlawanan. Terbang ke Pegunungan Timor, NTT, ada Mama Lodia Oematan dan mama-mama lain yang dikomandoi Aleta Baun, menenun di atas batu untuk menghalau pertambangan.
 
Beranjak ke Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah, kita akan diajak melihat sosok pemberani Eva Bande yang mengorganisir petani melawan perkebunan sawit hingga berakhir di jeruji besi.
Dan langkah Febriana pun membawanya ke Banda Aceh sebagai tujuan akhir. Bertemu Farwiza, perempuan aceh yang tak henti memperjuangkan hutan di Taman Nasional Leuser dari perusakan.
 
Dalam film besutan sutradara Leo Plunkett itu cuplikan wawancara Presiden Jokowi menjadi penutup yang cukup menyesakkan sekaligus ironis.
 
Sedari awal, film produksi The Gecko Project dan Mogabay ini sukses menggugah dan menguras emosi. Ditambah audio visual dan ilustrasi yang menghipnotis. Apa yang ingin disampaikan mampu tersalur dan membekas melalui pengambilan gambar yang mengesankan. 
 
Film ini telah tayang perdana pada Senin (2/11) melalui kanal youtube The Gecko Project. Meskipun secara keseluruhan Tanah Ibu Kami megisahkan empat perempuan hebat, Febriana yakin di luar sana masih banyak Kartini Kendeng lain, Aleta Baun yang lain, Eva Bande yang lain, dan Farwiza Farwiza lain yang suaranya belum teramplifikasi.
 
Pada akhirnya, Tanah Ibu Kami bukan hanya tentang permasalahan agraria yang merusak ekologi dan menyengsarakan rakyat. Atau gerakan kelompok melawan korporasi yang mengeruk sumber daya mereka. Lebih dari itu, Tanah Ibu Kami juga tentang perempuan yang telah mematahkan stigma; bahwa mereka tak hanya mengurus ranah domestik, tapi juga mampu menjadi pemimpin tangguh.
 
“Perempuan mempunyai peran yang sangat besar untuk memajukan ekonomi, untuk melindungi lingkungan, bahkan kita menggambarkan bumi saja sebagai sosok perempuan, Ibu bumi.”
– Farwiza 
 
Penulis: L. Fitriani
Editor: Baitiyah
Tags: ulasan film
Previous Post

Jelang Pemira Fakultas, Mekanisme E-Voting jadi Rencana

Next Post

Paradoks Demokrasi dalam Bayang-Bayang Elitisme di Indonesia

Artikel Terkait

Whisper of The Heart: Menemukan Permata dalam Diri

Whisper of The Heart: Menemukan Permata dalam Diri

11 Januari 2021
10
The Trial of The Chicago 7: Konspirasi Pemerintah, Jaksa, Hakim, dan Aparat

The Trial of Chicago 7: Konspirasi Pemerintah, Jaksa, Hakim, dan Aparat

5 Desember 2020
10
Salesman Dilarang Masuk

Salesman Dilarang Masuk

30 November 2020
10
Perempuan-Perempuan Menuli dan Orang-orang Buta

Perempuan-Perempuan Menuli dan Orang-orang Buta

8 November 2020
10
The Little Prince Cover

The Little Prince: Kedalaman Makna dalam Kesederhanaan Narasi

1 November 2020
10
Cuplikan Film Kale

Mengintip Kale, Melihat Karya Cerdas di Tengah Pandemi

27 Oktober 2020
10
Next Post

Paradoks Demokrasi dalam Bayang-Bayang Elitisme di Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
SNMPTN Kini Ada Ekstraknya

Ganjilnya UKT Camaba Unair Jalur SNMPTN

Eksekusi Wacana One Man One Vote di Tangan BEM dan DLM 2019

Polemik Kebijakan Unair Menyambut Pemilu

Bagaimana Seharusnya Kita Menanggapi Musibah?

Bagaimana Seharusnya Kita Menanggapi Musibah?

H+1 Pembukaan Pendaftaran, Belum Ada Calon yang Mendaftar

Siapa Agung-Aji dan Vigo-Fahmi?

Diskusi Umum yang diadakan LPM Retorika FISIP Unair (Gambar:Retorika/Aisyah)

Menyorot Praktik Plagiarisme dalam Mimbar Akademis

28 Februari 2021
Ziarah ke Media Sosial

Ziarah ke Media Sosial

26 Februari 2021
Tips Menyelesaikan Skripsi Tepat Waktu

Tips Menyelesaikan Skripsi Tepat Waktu

26 Februari 2021
Ilustrasi beban UKT (Sumber gambar: Suara Surabaya)

Kuliah Daring di Masa Pandemi, Untuk Apa UKT Mahasiswa?

20 Februari 2021
    Twitter Facebook Instagram Youtube

    LPM Mercusuar

    Lembaga Pers Mahasiswa Mercusuar merupakan organisasi kemahasiswaan yang bergerak di minat dan bakat jurnalistik, yang berstatus badan otonom naungan BEM Universitas Airlangga.

    Sekretariat

    Sekretariat BEM Unair, Gedung Perpustakaan Kampus C Universitas Airlangga, Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115

    Navigasi

    • Tentang Kami
    • Kontak
    • Indeks
    • Peta situs

    © 2021 LPM Mercusuar

    No Result
    View All Result
    • Seputar Kampus
    • Luar Kampus
    • Mild Report
    • Liputan Khusus
    • Catatan Redaksi
    • Citizen Report
    • Surat Pembaca
    • Opini
    • Sastra
    • Imaji
    • E-paper
    • Lain-lain
      • Indeks
      • Tentang Kami
      • Struktur Organisasi
      • Visi Misi
      • Peta situs

    © 2021 LPM Mercusuar