Suasana antrian mahasiswa dalam pencoblosan Pemira FISIP Unair 2019 pada Rabu siang, (27/11) di lantai 1 lobi FISIP (Mercusuar/Ammay)

Reporter:  Rizma Ammay, Annisa fitriani

Editor:  Lailatul Fitriani

Pemilihan umum raya (Pemira) kampus demokrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) cukup berbeda dari tahun sebelumnya. Pasalnya, Pemira yang dilangsungkan pada Rabu (27/11) ini dipanitiai langsung oleh dekanat fakultas.

Pengalihan kepanitiaan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) disinyalir oleh adanya konflik internal Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) yang berpangkal sejak Jumat hingga Sabtu (8-9/11) terkait mekanisme pemilihan anggota KPUM.

Seperti yang diungkapkan Ali Sahab S.IP., M.Si. Ketua KPUM Pemira FISIP Unair 2019, bahwa konflik internal BLM telah berusaha dimediasi Prof. Dr. Musta’in Drs. M.Si. selaku wakil dekan I FISIP, namun tidak bisa mencapai sepakat. “Konflik tidak ada kata sepakat. Sehingga, mau tidak mau, dihandle fakultas,” ungkapnya.

Menurut Ali, Pemira yang diwadahi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan BLM FISIP selama ini tidak memiliki pijakan konstitusi yang jelas, sehingga memungkinan adanya penjegalan lawan. “Selama ini ributnya kan di tahapan verifikasi, dihandle mahasiswa. Tentunya mereka partisan dari partai yang berkompetisi. Penjegalan lawan dan partai baru itu dikarenakan tidak adanya pijakan konstitusi yang jelas. Konstitusi yg selama ini buatan BEM BLM itu masih ada celah penjegalan,” jelasnya.

Sisi positif selain transparansi dan netralitas panitia dapat terjamin, efisiensi waktu juga lebih diutamakan. Karena menariknya, Pemira FISIP 2019 menggunakan sistem e-voting, yaitu proses pencoblosan melalui sarana elektronik (komputer). Sehingga, hasil yang didapat cepat tersaji. “Dari segi transparansi iya, dari segi netralitas iya. Namun, dari segi pendewasaan demokrasi mahasiswa, itu yang mungkin perlu dipertimbangkan juga,” tutur Ali.

“Kalau menurut saya, sebesar apapun konflik itu harus diselesaikan. Kita ini mahasiswa FISIP, belajar berkonflik, gak masalah konflik itu. Kan ada negosiasi, kita belajar resolusi konflik, justru itu diaplikasikan di situ. Apalagi mahasiswa FISIP, alumninya kan nanti jadi politisi juga,” imbuhnya.

Hal yang sama disampaikan Ridha, Ketua umum BLM FISIP Unair 2019. Ia beranggapan bahwa di samping keunggulan dari mekanisme sekaligus penyelenggara yang profesional, Pemira yang dipanitiai oleh dekanat fakultas mengakibatkan kiprah mahasiswa cenderung menciut. “Mengurangi euforia pemira itu sendiri. Karena kalau dari mahasiswa kan bisa lebih. Effortnya ada, euforianya ada. Dan segala macem,” ungkapnya.

Riandy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) BLM FISIP Unair juga menyampaikan jalannya Pemira kali ini lebih efisien dan mudah. “Secara quick count, partisipasinya lebih banyak tahun ini. Karena kalau bisa dilihat sampai dengan siang ini suara yang masuk sudah ada 1.300. Kalau dulu ditutup sampai sore pukul 4 saja, suara yang masuk 1.700. Tahun ini kita pakai e-vote. Jadi, margin error sudah teratasi. Tinggal human error saja. Tapi keseluruhan sudah bagus,” pungkasnya.

Pengumuman pemenang pasangan Presbem-Wapresbem, DLM dan BLM disampaikan tepat target oleh Dekan FISIP Unair, Dr. Falih Suaedi Dra., M.Si. sekitar pukul 16.00 di Lantai 1 FISIP.  Untuk informasi pemenang Pemira  2019, dapat dicek melalui portal instagram KPU FISIP Unair 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat

Ada eror serius pada situs web Anda.

Pelajari lebih lanjut tentang pemecahan masalah di WordPress.