Oleh : Najmudin Kholish (staf Divisi Redaksi LPM Mercusuar 2018)

Terkadang musibah membuat pihak diluar korban melakukan penafsiran secara seramlangan terhadap para korban, meskipun pihak tersebut belum memahami secara penuh terjadinya suatu musibah.

Akhir-akhir ini, Indonesia sering dirundung musibah. Masih teringat jelas di pikiran kita, sebulan lalu gempa bumi sebesar 7 SR mengguncang Donggala yang kemudian disusul dengan tsunami di Palu, yang menyebabkan 1.374 saudara kita meninggal dunia seperti yang dilansir dari Liputan 6.

Kemudian Senin (29/10), pesawat Lion air jenis Boeing 737 MAX dengan nomor penerbangan JT 610 mengalami kecelakaan di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Namun yang disayangkan, beberapa pihak kerap mengaitkan kecelakaan dengan hal-hal yang irasional ataupun kepentingan pribadinya. Seperti tanggapan ketua umum FPI, Shobri Lubis, yang menyebutkan bahwa terjadinya gempa disebabkan oleh beberapa kasus yang merugikan ulama.

Dikutip dari CNN Indonesia pada Minggu (30/09/18), “Gus Nur dinyatakan tersangka, di Palu langsung gempa bumi,” ujar Shobri pada acara Doa untuk keselamatan bangsa di Monas, Jakarta, Sabtu (29/09). Selain itu, ia juga menyinggung perlakuan (yang menurutnya) tidak adil terhadap imam besar FPI, Habib Rizieq Syihab. “Ngerjain Habib dua bulan, langsung bencana Indonesia,” ujar Shobri.

Berbagai ungkapan diatas adalah klaim tanpa dasar rasional dan cenderung memperdulikan kepentingan golongannya sendiri.

Lalu, bagaimanakah seharusnya kita yang tidak terdampak menanggapi musibah dengan akal sehat? Berikut kami berikan beberapa tips:

1. Pahami musibah secara penuh melalui sumber yang cukup kredibel.

Memahami secara penuh disini memiliki arti ‘memahami’ yang mirip dengan konsep peliputan jurnalistik, yaitu menggali 5W+1H. Namun, agar pemahaman kita terhadap suatu musibah tidak melenceng, carilah 5W+1H itu sesuai dengan konteks. Misalnya dalam peristiwa gempa di Donggala carilah press release dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau badan sejenis yang memang kajiannya fokus pada hal-hal tersebut. Jangan malah menanyakan sebab bencana pada ketum FPI, gak nyambung!

2. Jangan menyebarkan foto-foto korban.

Pada era teknologi ini persebaran informasi sungguh sangatlah mudah, tinggal Ctrl+C dan Ctrl+V saja beres. Maka, bagi kalian yang mendapat foto-foto korban yang cukup sadis untuk dilihat, jangan disebar, karena itu sama saja dengan kita menebar teror yang mengerikan. Bahkan, sangat mungkin memiliki dampak psikologis. Maka, apabila menemukan konten-konten semacam itu di media sosial, kalian bisa menghentikan ‘teror’ tersebut dengan me-report postingan terkait.

3. Turut ambil bagian dalam membantu korban.

Pada peristiwa gempa serta suami Palu dan Donggala lalu, banyak lembaga otonom menggalang bantuan bagi para korban. Daripada kita sibuk menghakimi para korban, lebih baik berikan bantuan fisik yang jelas sangat mereka butuhkan. Atau bisa juga terjun langsung ke lokasi sebagai volunteer. Namun, ketika hendak memberikan bantuan dana, carilah lembaga yang sekiranya ‘sesuai’ dengan konteks bencananya. Misalnya Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang memang memfokuskan diri pada isu-isu kemanusiaan. Proses penjaringan lembaga ini dapat meminimalisir terjadinya penyelewengan dana bantuan. Alih-alih menjadikan mereka mengenyangkan perut sendiri.

4. Kurangi ‘menyembah’ politisi dalam isu bencana.

Tahun 2018 ini merupakan masa dimana kampanye sedang masif-masifnya dilakukan oleh para politisi. Tidak menutup kemungkinan mereka menjadikan isu bencana dan kecelakaan untuk kepentingan pribadi sebagaimana disebut sebelumnya. Sebab, menurut Harold Lasswell politik adalah “who gets what, when and how”. Politik disini tidak disempitkan hanya pada politik praktis tingkat nasional, provinsi dan kota kabupaten saja lho, ya. Misalnya kalian punya teman yang mau mencalonkan diri sebagai Ketua BEM atau organisasi lainnya. Kemudian ia mengunggah ungkapan duka kepada para korban dan kamu membantu memposting ulang wacana miliknya. Buat apa? Ada hal lain yang lebih penting terkait musibah ini, misalnya poin nomor tiga. Pada akhirnya citra merekalah yang menjadi baik, sementara kalian? Tidak dapat apa-apa. Kecuali kalian tim suksesnya, bisa kebagian jatah kursi mungkin.

Cukup segitu saja tips yang mungkin bermanfaat dari kami. Diluar itu semua, marilah kita berharap yang terbaik bagi korban beserta kerabat terdekatnya. Bagi teman-teman volunteer yang berada di lokasi harap hati-hati, karena kami menunggu kalian disini.

2 thoughts on “Bagaimana Seharusnya Kita Menanggapi Musibah?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WordPress › Galat

Ada eror serius pada situs web Anda.

Pelajari lebih lanjut tentang pemecahan masalah di WordPress.